Mengenal Gejala dan Penyebab Stroke Pada Anak
DokterSehat.Com– Anda mungkin tidak menduga stroke bisa dialami oleh anak-anak. Umumnya stroke memang terjadi pada usia dewasa akibat penyumbatan dan pembekuan darah. Sedangkan pada anak, selain karena penyumbatan serta pembekuan darah, stroke juga bisa disebabkan oleh perdarahan di dalam otak. Bagaimana sebenarnya risiko stroke pada anak-anak?
Mengenal stroke pada anak
Penyebab stroke pada anak bisa berbeda dengan penyebab stroke pada usia dewasa. Pada anak-anak, penggumpalan darah merupakan penyebab stroke yang paling umum atau yang dikenal dengan istilah stroke iskemik. Stroke jenis ini pun dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Arterial ischemic stroke (AIS), yang terjadi akibat penggumpalan darah dari tubuh yang mengalir ke pembuluh darah di otak lalu terjebak di sana atau dikenal dengan istilah embolisme.
2. Cerebral sinovenous thrombosis (CSVT), yaitu gumpakan darah yang terbentuk di dalam arteri yang masuk ke otak, lalu menghambat aliran darah di arteri. Kondisi ini umumnya dikenal dengan trombosis.
Gejala stroke pada anak
Gejala stroke yang dialami anak umumnya sama dengan gejala stroke pada orang dewasa. Anda perlu waspada jika anak menunjukkan gejala stroke berikut ini:
1. Satu sisi tubuh anak mati rasa atau lemah
2. Sulit bicara atau sulit memahami percakapan
3. Pandangan kabur
4. Sakit kepala parah, muntah
5. Kadang mengalami kesulitan keseimbangan, sulit berjalan, atau tiba-tiba jatuh
6. Sulit menelan
Umumnya orang tua cenderung mengabaikan gejala anak yang mengalami stroke karena banyak orang tua yang beranggapan bahwa stroke hanyalah kondisi yang sering dialami oleh orang dewasa. Padahal salah satu keberhasilan penanganan dan pemulihan stroke adalah karena penanganan yang cepat dan tepat ketika pertama kali gejala stroke muncul.
Pengobatan dan terapi untuk stroke
Ketika merasa bahwa anak Anda mungkin mengalami gejala stroke, maka segera bawa si kecil ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan. Pengobatan pertama untuk stroke umumnya adalah pengencer darah yang bisa diberikan melalui mulut, suntikan atau infus.
Setelah kondisi anak mulai stabil, dokter mungkin akan merekomendasikan terapi sesuai kondisi anak. Terapi yang dibutuhkan bisa berupa fisioterapi, terapi okupasi, terapi bicara, dan neuropsikolog.